Chat with me

Kamis, 05 Juli 2007

Doa2 Syekh

Musyari Rasyid

Tafsir ayat kursi (مَنْ ذَ الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ اِلاَّ بِإِذْنِه)

مَنْ ذَ الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ اِلاَّ بِإِذْنِه

Siapakah yang dapat memberi syafa’at disisiNya kecuali dengan izinNya

مَنْ = kata istimhamiyyahà siapa.

Berfungsi : - Pengingkaran

- Penafian

(Al Iman Ar Razy dalam tafsirnya)

Artinya “Tidak ada seorang pun disisiNya yang dapat memberi SYAFAAT kecuali dengan izin dan perintahnya

Bantahan (رد)

terhadap orang-orang musyrik à meyakini bahwa tidak sesembahan-sesembahanNya (إلا الله) dapat memberikan syafaat disisi Allah.

QS. 10 : 18

وَيَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ

من à menurut Imam Asy-Syaukani.

“terdapat makna celaan dan teguran” kepada orang yang beranggapan bahwa sseorang adpat memberi manfaat kepada orang lain yaitu dapat memberi syafaat tanpa izin Allah SWT.

21 : 58, 53 : 26

Kata "ذا" à mempertegas makna penafian dan pengingkaran tersebut (Syaikh Ibnu Asyur).

Dalil-Dalil Lain :

QS 10 :13 39 : 44 53 : 26

20 : 109 21 : 28 78 : 38

Sujud Nabi SAW merupakan permohonan izin untuk berbica, beliau tidak akan memberi syafaat sampai dikatakan kepada beliau: Berilah syafaat, dan beliau lebih dahulu diajari beberapa kata untukmemberi izin (Tafsir At-Tahrir Wat Tanwiir oleh Ibnu Asyur)

FAIDAH :

1. Penjelasan tetang keagungan, kemuliaan dan kesombonganNya.

2. Penetapan bahwa syafaat itu haus dengan izinNya.

3. Penetapan adanya izin untuk memberi syafaat.

Tafsir ayat kursi (لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ)

لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

KepunyaanNyalah segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi

لَهُ = khabar à didahulukan dari mubtada’nya مَا فِي السَّمَوَاتِ

(mendahulukan sesuatu yang asalnya di belakang) berfungsi untuk “menunjukkan arti pembatasan”

Karena itu, kalimat ini mengandung 2 arti :

1) الإثبات(penetapan) bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi hanya milik Allah Jalla Jalaaluh.

2) النفي (penafian) kepemilikan dari selain Allah atas segala sesuatu yang ada di langit dan segala sesuatu yang ada di bumi

Kalimat ini mengajarkan TAUHID

Segala sesuatu yang ada à ismul maushul = kata sambung

Ismul Maushul termasuk bentuk kata yang menunjuk makna umum yang berarti “mencakup segala sesuatu yang ada”.

Kenapa bukan من pada لَهُ من فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ

Meskipun didalamnya terdapat makhluk berakal (من)

1) Al Qadhi Ibnu ‘Athiyyah & Imam Al Qurthuby : maksudnya adalah mencakup keseluruhan dan segala yang ada à ini tidak terwakili dengan من saja.

2) Al Utsaimin : untuk mencakup seluruh individu dan keadaan kenyataan. Kita akan mendapati bahwa individu dan keadaan lebih banyak daripada individu yang berakal saja sehingga (مَا) lebih dominan dari (من).

Pengulangan kata مَا à (penegasan)

ü Apa saja yang ada di langit ( له ما في السموات )

Malaikat, binatang-binatang, planet, bulan, matahari dan lainnya.

ü Apa saja yang ada di bumi ( وَمَا فِي الْأَرْضِ )

manusia, binatang, tumbuhan, rumah, mobil, patung, batu, besi, dll.

مَا فِي السَّمَوَاتِ à makhluk

مَا فِي الْأَرْضِ à makhluk

Ada yang menciptakan & Memiliki, memelihara, mengatur

à = Allah swt.

Karena itu sembah (cinta, takut, tunduk, taat, patuh) kepada له (kepada-Nya)

bukan kepada مَا فِي السَّمَوَاتِ dan مَا فِي الْأَرْضِ

Allah berfirman dalam QS. 41:37

Ayat-ayat yang memperkuat kalimat ini :

QS. 3 : 109, QS. 4 : 126,132,171 QS.Saba : 1 QS. 26 : 4

Ayat ini menetapkan dan menguatkan kandungan kalimat yang terdapat di awal ayat yang mulia ini (Allahu La Ilaha illa huwal) :

Beberapa Faidah :

1. Bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini adalah milik Allah Yang Maha Esa (harta kenikmatan, kekuasaan) bukanlah milik kita.

Kita hanya diberi hak menggunakna sebagai cobaan dan ujian

2. Bahwa seluruh alam ini adalah milik Allah Yang Maha Esa à Dia berhak mengaturnya sesuai dengan kehendakNya.

- Kita wajib bersabar atas semua ketetapannya (diri pribadi, keluarga, harta, teman-teman, negerinya atau seluruh umat manusia).

- Saat kita tertimpa musibah, kita ucapkan : إنا لله وإنا اليه راجعون

Biografi Ulama

Biografi Syekh Al Utsaimin
Nama lengkap dan nasab beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Utsaimin Al Wahibi At Tamimi. Beliau dilahirkan di kota Unaizah pada tanggal 27 bulan Ramadhan tahun 1347 H di dalam lingkungan keluarga yang terkenal beragama dan istiqamah.
Beliau belajar Al Quran kepada kakeknya dari jalan ibu, Abdurrahman bin Sulaiman Ali Damigh Rahimahullah, dan beliau menghafalkan Al Qur'an 30 juz. Kemudian beliau menuntut ilmu, belajar menulis , berhitung, dan ilmu sastra. Beliau dikaruniai oleh Allah kecerdasan, dan semangat yang tinggi untuk mendalami ilmu lewat para Ulama yang terkenal di masanya. Karena itu Syaikh Abdurrahman As Sa'di menempatkan dua orang muridnya di kediamannya untuk mengajar beliau, yang seorang bernama Syekh Ali Ash Shalihi dan seorang lagi Syekh Muhammad bin Abdul Azizi Al Muthawi, yang kepadanya beliau belajar Mukhtasar Aqidah Wasithiyah tulisan Syekh Abdur Rahman As Sa'di dan Minhajus Salikin fil Fiqhi tulisan Syekh Abdurrahman juga, demikian pula Jurumiyah dan Alfiyah. Beliau belajar Faraidh dan Fikih kepada Syekh Abdurrahman bin Ali bin Audan.
Beliau belajar kepada Syekh Abdurrahman bin Nashir As Sa'di yang beliau anggap sebagai syekhnya yang pertama. Karena Al Utsaimin belajar kepada beliau tentang tauhid, tafsir, hadits, fikih, ushul fikih, faraidh, musthalah hadits, nahwu dan sharaf. Beliau mempunyai kedudukan khusus di sisi gurunya . Ketika ayah beliau syekh Muhammad Rahimahullah pindah ke Riyadh pada masa awal remaja beliau, beliau ingin ikut pindah bersama orang tuanya. Maka syekh Abdur Rahman As Sa'di menulis surat kepada ayah beliau "Sungguh ini tidak mungkin, kami ingin agar Muhammad tetap di sini supaya bisa terus belajar". Beliau berkata "Saya banyak terpengaruh oleh gaya syekh Abdurrahman dalam mengajar, memaparkan ilmu, dan memberikan pendekatan kepada siswa melalui contoh-contoh dan ilustrasi. Saya juga terpengaruh oleh akhlak beliau karena beliau memiliki keluasan ilmu dan ibadah. Beliau biasa mencandai anak-anak, tertawa dengan orang yang besar dan berakhlak yang paling baik diantara orang-orang yang pernah saya lihat.”
Al Utsaimin selanjutnya belajar kepada Syekh Abdul Azis Bin Abdullah bin Baz (Syekh Bin Baz) yang merupakan syekh beliau yang kedua. Beliau belajar dari Syekh Bin Baz tentang Shahih Bukhari, beberapa risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan beberapa kitab fikih. Beliau berkata :" Saya terpengaruh oleh syekh bin Baz dari segi perhatian terhadap hadits. Saya juga terpengaruh oleh beliau dalam segi akhlak dan sikap lapang dada beliau terhadap manusia."
Pada tahun 1317, beliau mulai mengajar di Masjid Jami' . Ketika beberapa ma'had ilmi dibuka di kota Riyadh, beliau memasukinya pada tahun 1372 H. Beliau berkata : "Saya memasuki ma'had ilmi mulai tahun kedua. Saya memasukinya dengan persetujuan syaikh ali ash shalihi dan telah meminta ijin kepada syaikh abdurrahman As Sa'di. Mahad ilmi pada masa itu dibagi 2 bagian, yaitu bagian umum dan khusus. Saya berada di bagian khusus. Pada masa itu, siapa yang menginginkan melompat artinya belajar di kelasnya sesuai ijazah terakhirnya, kemudian diuji pada awal tahun pelajaran kedua. Jika ia lulus maka ia bisa mengikuti kelas atasnya. Dengan demikian, masa belajar menjadi lebih pendek." Dua tahun kemudian beliau lulus dan ditetapkan sebagai pengajar di Ma'had Unaizah Al Ilmi sambil melanjutkan kuliah jarak jauh di fakultas syariah dan belajar kepada syekh Abdur Rahman As Sa'di.
Ketika syaikh Abdur Rahman As Sa'di wafat, beliau diserahi kedudukan imam Masjid Jami' Al Kabir Unaizah dan mengajar di perpustakaan nasional Unaizah di samping mengajar di fakultas syariah dan fakultas ushuluddin di cabang Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud di Qashim, dan menjadi anggota Majelis Ulama Besar di Kerajaan Saudi. Syekh mempunyai aktivitas besar dalam dakwah dan pembimbingan para da'i di berbagai tempat. Pernah Syekh Muhammad bin Ibrahim menawari bahkan mendesak beliau untuk menduduki jabatan sebagai hakim, bahkan mengeluarkan keputusan yang menetapkan beliau untuk menjabat sebagai pimpinan pengadilan agama di Ihsa'. Namun beliau memohon dibebaskan dari tugas tersebut. Dan setelah memberikan berbagai pertimbangan dan mengadakan hubungan pribadi dengan syekh Muhammad bin Ibrahim, syekh Muhammad dibebaskan dari jabatan tersebut. Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mempunyai banyak karya tulis, sampai sekitar 40 buah, di antaranya berupa kitab dan risalah. Insya Allah semua karya beliau akan dikodifikasikan menjadi satu kitab dalam Majmu'ul Fatawa war Rasa'il.
Beliau wafat pada tanggal 15 Syawal 1421 H/10 Januari 2001 M, Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin meninggal dunia waktu ashar di jeddah, Saudi Arabia, beliau mengidap penyakit kanker.